Ternyata, Sendal Jepit Berbahaya!

0

Ghiboo.com - Memakai sendal jepit memang dipilih sebagian orang karena kepraktisannya. Sayangnya, para ahli menyimpulkan bahwa memakai sendal jepit dalam jangka panjang amat berisiko bagi kesehatan.
Sendal jepit dianggap berbahaya karena jari kaki tidak bisa terangkat dengan rileks, dan ini mengarah pada perubahan tekanan lebih besar pada pergelangan kaki dan tekanan vertikal yang lebih kecil di tumit.
Kerusakan pada kaki yang mengenakan sendal jepit lebih serius daripada sepatu hak tinggi. Para ahli memperingatkan bahwa sendal jepit dapat mengubah cara berjalan seseorang, sehingga ketika mengambil langkah, mereka memberikan tekanan pada bagian luar kakinya daripada tumitnya. Pada akhirnya menyebabkan kerusakan jangka panjang.
Sendal jepit kurang memberikan dukungan pada telapak kaki, sehingga dapat menyebabkan rasa sakit dan lengkungan tendon. Selain itu, ada juga risiko cidera serius dari tersandung.
Tak hanya itu, sebuah hasil tes juga menunjukkan bahwa sendal jepit merupakan sarang kuman. Sendal yang dipakai selama empat hari berturut-turut akan menjadi menjadi rumah bagi bakteri mematikan, seperti staphylococcus aureus, yang bersembunyi di karet sendal.
Jika Anda memiliki luka di sekitar kaki, maka bakteri bisa memasuki aliran darah. Bila tak segera ditangani, maka bisa menyebabkan kematian.
"Bakteri staphylococcus aureus dapat membuat sakit Anda cukup berat jika bakteri tersebut masuk kedalam luka dan ke dalam aliran darah Anda, dimana bakteri bisa menyerang organ internal Anda yang manapun. Jika Anda tidak mengobatinya dengan antibiotik, nyawa Anda akan terancam," papar ata Dennis Kinney, Ph.D., manajer laboratorium mikrobiologi di EMSL Analytical.

Thanks :D

0

Thanks for comment, blogwalking, and visit me in my cbox, etc
Sorry i can not replay one by one, because my pc have error
keep visit my blog, comment in my cbox and don't forget to ''Follow'' me..
I really hope that :D
and i will visit you next time
thank you so much :*

Perlukah UNAS?

0

Sekarang lagi musim Ujian Nasional. Untuk Apakah Ujian Nasional Sebetulnya? Apakah UN mutlak diperlukan? Berikut negara - negara maju yang ternyata tidak menerapkan ujian nasional pada sistem pendidikannya...


1. Finlandia



Finlandia sebagai negara dengan system pendidikan termaju di dunia tidak mengenal yang namanya Ujian Nasional. Evaluasi mutu pendidikan sepenuhnya dipercayakan kepada para guru sehingga negara berkewajiban melatih dan mendidik guru guru agar bisa melaksanakan evaluasi yang berkualitas. Setiap akhir semester siswa menerima laporan pendidikan berdasarkan evaluasi yang sifatnya personal dengan tidak membandingkan atau melabel para siswa dengan peringkat juara seperti yang telah menjadi tradisi pendidikan kita. Mereka sangat meyakini bahwa setiap individu adalah unik dan memiliki kemampuan yang berbeda beda.

Di Finlandia profesi guru adalah profesi yang paling terhormat. Dokter justru berada dibawah peringkat guru.

2. Amerika



Amerika yang terdiri dari banyak negara bagian ternyata tidak pernah menyelenggarakan UN atau ujian negara secara nasional.

Walaupun ada ujian yang diselenggarakan oleh masing-masing state (negara bagian), namun tidak semua sekolah diwajibkan mengikuti ujian negara bagian. Tiap negara bagian juga mempunyai materi ujian-masing masing.
Sekolah-sekolah tetap boleh menyelenggarakan ujian sendiri dan menentukan kelulusannya sendiri..
Semua lulusan, baik lulusan yang disenggarakan oleh sekolahnya sendiri atau lulus ujian yang diselenggarakan negara bagian, tetap boleh mengikuti ujian mauk ke college ataupun universitas asal memenuhi persyaratan dan lulus tes masuk.
Logika pendidikan yang digunakan yaitu: Kualitas pendidikan ditentukan oleh individu masing-masing kelulusan. Walaupun Si A lulusan dari SMA pinggiran yang tidak terkenal, kalau dia lulus tes masuk ke Universitas Harvard, maka diapun akan diterima di universitas tersebut.Jadi masalah kualitas ditentukan oleh individu (individual quality).

Pakar pendidikan dari Columbia University, Linda Hammond (1994)

Berpendapat bahwa nasionalisasi ujian sekolah tidak bisa memberi kreativitas guru. Sekolah tidak bisa menciptakan strategi belajar sesuai dengan perbedaan kondisi sosial, ekonomi, budaya, serta kemajuan teknologi. Sistem pendidikan top down oriented, tak bisa menjawab masalah yang ada di daerah-daerah berbeda.

3. Jerman



Jerman tidak mengenal ujian nasional. Kebijaksanaan yang diutamakan adalah membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal, yaitu dengan:

(1) menyediakan guru yang profesional, yang seluruh waktunya dicurahkan untuk menjadi
pendidik;
(2) menyediakan fasilitas sekolah yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olahraga dan ruang bermain yang memadai dan ruang kerja guru;
(3) menyediakan media pembelajaran yang kaya, yang memungkinkan peserta didik dapat secara terus-menerus belajar melalui membaca buku wajib, buku rujukan, dan buku bacaan, (termasuk novel), serta kelengkapan laboratorium dan perpustakaan yang memungkinkan peserta didik belajar sampai tingkatan menikmati belajar;
(4) evaluasi yang terus-menerus, komprehensif dan obyektif.

Melalui model pembelajaran yang seperti inilah, yaitu peserta didik setiap saat dinilai tingkah lakunya,

kesungguhan belajarnya, hasil belajarnya, kemampuan intelektual, partisipasinya dalam belajar yang menjadikan sekolah di Jerman mampu menghasilkan rakyat yang beretos kerja tinggi, peduli mutu, dan gemar belajar.

Mereka setiap hari belajar selalu mendapat tugas dari semua mata pelajaran yang proses maupun hasilnya dinilai dan nilai-nilai ini memengaruhi nilai akhir semester dan seterusnya.


4. Kanada



Di Kanada tidak ada Ujian Nasional karena dianggap tak bermanfaat untuk kemajuan pendidikan di negara iti. Untuk kontrol kualitas di Kanada terdapat penjaminan mutu pendidikan yang kontrolnya sangat kuat. Lembaga penjamin mutu ini benar-benar bekerja secara ketat dari pendidikan dasar hingga menengah. Sehinga murid yang akan masuk ke perguruan tinggi cukup dengan rapor terakhir.

Di Kanada, perguruan tinggi tidak sulit lagi untuk menerima murid darimana pun sekolahnya. Karena standar sekolah di sana sudah sesuai dengan standar perguruan tinggi yang akan dimasuki setiap lulusan sekolah.

Kebalikan dengan di Indonesia, perguruan tinggi banyak yang tidak percaya dengan lulusan sekolah menengah. Saling tidak percaya standar ini yang menyebabkan pemborosan keuangan negara karena harus menyelenggarakan UN dan ujian mandiri.


5. Australia



Di Negara Australia ini, ujian nasional tidak dilaksanakan bahkan tidak dikenal sama sekali, melainkan ujian state. Ujian ini tidak menentukan lulus tidaknya para peserta didik, namun untuk menentukan kemana siswa tersebut akan melanjutkan pendidikan. Berapapun nilai yang didapatkan oleh siswa dari ujian tersebut tetap dinyatakan lulus. Nilai nol pun tetap dinyatakan lulus, namun kelulusan tersebut tidak ada gunanya. Berarti siswa tersebut akan sangat sulit untuk melanjutkan pendidikannya.


Hello !

Welcome!


Details



Total Pageviews

Translate

Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Archive for May 2012

Ghiboo.com - Memakai sendal jepit memang dipilih sebagian orang karena kepraktisannya. Sayangnya, para ahli menyimpulkan bahwa memakai sendal jepit dalam jangka panjang amat berisiko bagi kesehatan.
Sendal jepit dianggap berbahaya karena jari kaki tidak bisa terangkat dengan rileks, dan ini mengarah pada perubahan tekanan lebih besar pada pergelangan kaki dan tekanan vertikal yang lebih kecil di tumit.
Kerusakan pada kaki yang mengenakan sendal jepit lebih serius daripada sepatu hak tinggi. Para ahli memperingatkan bahwa sendal jepit dapat mengubah cara berjalan seseorang, sehingga ketika mengambil langkah, mereka memberikan tekanan pada bagian luar kakinya daripada tumitnya. Pada akhirnya menyebabkan kerusakan jangka panjang.
Sendal jepit kurang memberikan dukungan pada telapak kaki, sehingga dapat menyebabkan rasa sakit dan lengkungan tendon. Selain itu, ada juga risiko cidera serius dari tersandung.
Tak hanya itu, sebuah hasil tes juga menunjukkan bahwa sendal jepit merupakan sarang kuman. Sendal yang dipakai selama empat hari berturut-turut akan menjadi menjadi rumah bagi bakteri mematikan, seperti staphylococcus aureus, yang bersembunyi di karet sendal.
Jika Anda memiliki luka di sekitar kaki, maka bakteri bisa memasuki aliran darah. Bila tak segera ditangani, maka bisa menyebabkan kematian.
"Bakteri staphylococcus aureus dapat membuat sakit Anda cukup berat jika bakteri tersebut masuk kedalam luka dan ke dalam aliran darah Anda, dimana bakteri bisa menyerang organ internal Anda yang manapun. Jika Anda tidak mengobatinya dengan antibiotik, nyawa Anda akan terancam," papar ata Dennis Kinney, Ph.D., manajer laboratorium mikrobiologi di EMSL Analytical.

Ternyata, Sendal Jepit Berbahaya!

Posted by : Hideko
May 18, 2012
0 Comments
Thanks for comment, blogwalking, and visit me in my cbox, etc
Sorry i can not replay one by one, because my pc have error
keep visit my blog, comment in my cbox and don't forget to ''Follow'' me..
I really hope that :D
and i will visit you next time
thank you so much :*

Thanks :D

Posted by : Hideko
May 7, 2012
0 Comments
Sekarang lagi musim Ujian Nasional. Untuk Apakah Ujian Nasional Sebetulnya? Apakah UN mutlak diperlukan? Berikut negara - negara maju yang ternyata tidak menerapkan ujian nasional pada sistem pendidikannya...


1. Finlandia



Finlandia sebagai negara dengan system pendidikan termaju di dunia tidak mengenal yang namanya Ujian Nasional. Evaluasi mutu pendidikan sepenuhnya dipercayakan kepada para guru sehingga negara berkewajiban melatih dan mendidik guru guru agar bisa melaksanakan evaluasi yang berkualitas. Setiap akhir semester siswa menerima laporan pendidikan berdasarkan evaluasi yang sifatnya personal dengan tidak membandingkan atau melabel para siswa dengan peringkat juara seperti yang telah menjadi tradisi pendidikan kita. Mereka sangat meyakini bahwa setiap individu adalah unik dan memiliki kemampuan yang berbeda beda.

Di Finlandia profesi guru adalah profesi yang paling terhormat. Dokter justru berada dibawah peringkat guru.

2. Amerika



Amerika yang terdiri dari banyak negara bagian ternyata tidak pernah menyelenggarakan UN atau ujian negara secara nasional.

Walaupun ada ujian yang diselenggarakan oleh masing-masing state (negara bagian), namun tidak semua sekolah diwajibkan mengikuti ujian negara bagian. Tiap negara bagian juga mempunyai materi ujian-masing masing.
Sekolah-sekolah tetap boleh menyelenggarakan ujian sendiri dan menentukan kelulusannya sendiri..
Semua lulusan, baik lulusan yang disenggarakan oleh sekolahnya sendiri atau lulus ujian yang diselenggarakan negara bagian, tetap boleh mengikuti ujian mauk ke college ataupun universitas asal memenuhi persyaratan dan lulus tes masuk.
Logika pendidikan yang digunakan yaitu: Kualitas pendidikan ditentukan oleh individu masing-masing kelulusan. Walaupun Si A lulusan dari SMA pinggiran yang tidak terkenal, kalau dia lulus tes masuk ke Universitas Harvard, maka diapun akan diterima di universitas tersebut.Jadi masalah kualitas ditentukan oleh individu (individual quality).

Pakar pendidikan dari Columbia University, Linda Hammond (1994)

Berpendapat bahwa nasionalisasi ujian sekolah tidak bisa memberi kreativitas guru. Sekolah tidak bisa menciptakan strategi belajar sesuai dengan perbedaan kondisi sosial, ekonomi, budaya, serta kemajuan teknologi. Sistem pendidikan top down oriented, tak bisa menjawab masalah yang ada di daerah-daerah berbeda.

3. Jerman



Jerman tidak mengenal ujian nasional. Kebijaksanaan yang diutamakan adalah membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal, yaitu dengan:

(1) menyediakan guru yang profesional, yang seluruh waktunya dicurahkan untuk menjadi
pendidik;
(2) menyediakan fasilitas sekolah yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olahraga dan ruang bermain yang memadai dan ruang kerja guru;
(3) menyediakan media pembelajaran yang kaya, yang memungkinkan peserta didik dapat secara terus-menerus belajar melalui membaca buku wajib, buku rujukan, dan buku bacaan, (termasuk novel), serta kelengkapan laboratorium dan perpustakaan yang memungkinkan peserta didik belajar sampai tingkatan menikmati belajar;
(4) evaluasi yang terus-menerus, komprehensif dan obyektif.

Melalui model pembelajaran yang seperti inilah, yaitu peserta didik setiap saat dinilai tingkah lakunya,

kesungguhan belajarnya, hasil belajarnya, kemampuan intelektual, partisipasinya dalam belajar yang menjadikan sekolah di Jerman mampu menghasilkan rakyat yang beretos kerja tinggi, peduli mutu, dan gemar belajar.

Mereka setiap hari belajar selalu mendapat tugas dari semua mata pelajaran yang proses maupun hasilnya dinilai dan nilai-nilai ini memengaruhi nilai akhir semester dan seterusnya.


4. Kanada



Di Kanada tidak ada Ujian Nasional karena dianggap tak bermanfaat untuk kemajuan pendidikan di negara iti. Untuk kontrol kualitas di Kanada terdapat penjaminan mutu pendidikan yang kontrolnya sangat kuat. Lembaga penjamin mutu ini benar-benar bekerja secara ketat dari pendidikan dasar hingga menengah. Sehinga murid yang akan masuk ke perguruan tinggi cukup dengan rapor terakhir.

Di Kanada, perguruan tinggi tidak sulit lagi untuk menerima murid darimana pun sekolahnya. Karena standar sekolah di sana sudah sesuai dengan standar perguruan tinggi yang akan dimasuki setiap lulusan sekolah.

Kebalikan dengan di Indonesia, perguruan tinggi banyak yang tidak percaya dengan lulusan sekolah menengah. Saling tidak percaya standar ini yang menyebabkan pemborosan keuangan negara karena harus menyelenggarakan UN dan ujian mandiri.


5. Australia



Di Negara Australia ini, ujian nasional tidak dilaksanakan bahkan tidak dikenal sama sekali, melainkan ujian state. Ujian ini tidak menentukan lulus tidaknya para peserta didik, namun untuk menentukan kemana siswa tersebut akan melanjutkan pendidikan. Berapapun nilai yang didapatkan oleh siswa dari ujian tersebut tetap dinyatakan lulus. Nilai nol pun tetap dinyatakan lulus, namun kelulusan tersebut tidak ada gunanya. Berarti siswa tersebut akan sangat sulit untuk melanjutkan pendidikannya.


Perlukah UNAS?

Posted by : Hideko 0 Comments